Mengenal Lebih Dekat : Sarwono Kusumaatmadja

Biodata Ringkas
Nama Sarwono Kusumaatmadja
Tempat dan tanggal lahir Jakarta, 24 Juli 1943
Pendidikan Lulusan Teknik Sipil ITB tahun 1974
Jabatan Penasihat Dewan Maritim Indonesia

Kegiatan Mahasiswa:
1967 – 1968 Ketua Umum Dewan Mahasiswa
1968 Kunjungan ke USA dalam Program Pertukaran Pelajar
1970 Ketua Organizing Commitee ASEAN University Student Association

Penugasan:
1971 – 1988 Anggota DPR RI
1983 – 1988 Sekretaris Jenderal DPP Golkar
1978 – 1988 Delegasi tetap Organisasi Internasional Parlemen ASEAN
1988 – 1993 Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
1993 – 1988 Menteri Negara Lingkungan Hidup
1999 – 2001 Menteri Kelautan dan Perikanan

Kegiatan Internasional:
1993 – 1988 Wakil Indonesia di PBB pada Council for Sustainable Development
1997 Ketua Delegasi Indonesia pada The UN Conference on Climate Change, Kyoto
1995 Ketua Konferensi PBB tentang Biodiversity Convention, Jakarta
1996 Ketua Delegasi Indonesia pada Konferensi PBB tentang Biodiversity Convention, Buenos Aires.
1997 Ketua Delegasi Indonesia pada PBB tentang Small Islands, Barbados.

Pengalaman:
Pembangunan kemasyarakatan, Pembinaan Usaha Kecil, Politik, Lingkungan Hidup, Olah Raga, Sastra, Wisata, Kesehatan Masyarakat dll.

Lain-lain:
1968 – 1971 Wartawan di Bandung
1974 – 1980 Kontraktor Bangunan di Jakarta
1974 – 1978 Konsultan Teknik Bangunan di Jakarta
1965 – 1970 Pengajar Matematika dan Bahasa Inggris untuk siswa SMP di Bandung
1968 – 1970 Membantu mendirikan Koperasi Pengrajin Sepatu di Cibaduyut, Bandung
1988 – 1993 Membantu mendirikan Bank Perkreditan Rakyat dan Koperasi Pertanian di Cirebon dan Bekasi
1995 – 1998 Ketua Persatuan Lawn Tennis Indonesia
1983 – 1998 Penasihat Koperasi pengemudi Taksi Indonesia (KOSTI JAYA) di Jakarta
s/d sekarang Penasihat Koperasi Pengemudi Taksi Indonesia (KOSTI) di Solo dan Semarang.

Mengenal lebih dekat : Sutiyoso

Nama : Sutiyoso
Lahir : Semarang, 6 Desember 1944
Istri : Setyo Rini
Anak :- Yessy Riana Diliyanti (Magelang, 9 Juni 1975)
- Renny Yosnita Ariyanti (Surakarta, 15 Januari 1980)
Pendidikan:
- Akademi Militer Nasional Yogyakarta (1968)
- Seskoad (1984)
- Pendidikan Latihan Brigade 5 Airbone Aldershot Inggris
- Studi Banding Army Command and Staff College Australia (1989-1990)
- Seskogab (1990)- Lemhanas (1993)
Penugasan:
- Operasi PGRS/Paraku di Kalimantan
- Operasi Flamboyan di DI Aceh
- Operasi Aceh Merdeka di DI Aceh
- Operasi Seroja di Timtim
Penghargaan:
- Komandan Korem Terbaik se-Indonesia (1994)
Organisasi dan Karir Penting:
- Ketua Umum Independen Golf Club Indonesia
- Wakil Ketua PB Perbasi
- Wakil Ketua Umum Perbakin (1995-1997)
- Operasi PGRS/Paraku (1969)
- Operasi Flamboyan Timtim (1975)
- Operasi Seroja Timtim (1975)
- Operasi Aceh Merdeka Aceh (1978)
- Asops Kas Kostrad (1991)
- Wadan Kopassus (1992)
- Komandan Korem 062 Suryakencana Bogor (1993)
- Kepala Staf Kodam Jaya Jakarta (1994)
- Pangdam Jaya Jakarta (1996-1997)
- Gubernur DKI Jakarta (1997-2002)
- Gubernur DKI Jakarta (2002-2007)

Mengenal Lebih Dekat : Din Syamsudin

BIODATA
Nama Lengkap : Prof. Dr. Sirajuddin Syamsuddin
Lahir : Sumbawa Besar, 31 Agustus 1958
Agama : Islam
Istri : Fira Beranata
Anak : Tiga Orang

Pendidikan :
S1 IAIN Jakarta
S2 University of California, Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat (1982)
S3 University of California, Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat (1996)

Karir :
Dirjen Binapenta, Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia
Ketua Litbang Golongan Karya
Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Ketua DPP Sementara Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM, 1985)
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah (1989-1993)
Wakil Ketua PP Muhammadiyah (2000-2005)
Ketua Umum Pengurus Besar Muhammadiyah (2005-2010)

BIOGRAFI
Prof. Dr. Sirajuddin Syamsuddin atau dikenal dengan Din Syamsuddin (kalhiran Sumbawa Besar, 31 Agustus 1958) adalah seorang politisi yang saat ini menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Muhammadiyah periode 2005-2010. Istrinya bernama Fira Beranata dan ia memiliki 3 orang anak.

Din menempuh pendidikan sarjana di IAIN Jakarta, kemudian melanjutkan pasca sarjana dan doktornya di University of California, Los Angeles (UCLA) di Amerika Serikat. Ia pernah berkarir di pemerintahan dengan menjabat sebagai Direktur Jenderal Binapenta Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Sedangkan dalam kegiatan organisasi, ia pernah menjadi Ketua DPP Sementara Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (1985), Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah (1989-1993), Wakil Ketua PP Muhammadiyah (2000-2005), Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Ketua Litbang Golongan Karya.

Din terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2010 dalam sidang 13 tim formatur di Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur, 7 Juli 2005. Dalam pemilihan 13 orang Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebelumnya, ia meraih suara terbanyak. Din menggantikan Ahmad Syafi'i Ma'arif.

Ke-13 nama terpilih itu kemudian diajukan ke sidang pleno ke-7 tentang Penetapan Anggota PP Muhammadiyah 2005-2010 (7 Juli 2005). Kemudian dilanjutkan penetapan Ketua Umum PP Muhammadiyah di hari yang sama.

DPD : Capres Independent Ikut dalam Pilpres 2009

Jakarta (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mengusulkan calon presiden dari unsur perseorangan dapat ikut serta dalam pilpres tahun 2009 seperti dalam pemilihan kepala daerah pilkada.Usul DPD itu disampaikan Ketua Pansus RUU Politik DPD Muspani didampingi Marhany Pua, Sri Kadarwati, Yosef Bona Mangko dan Hamdani dalam rapat dengar pendapat dengan Pansus RUU Pilpres DPR di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis, yang dipimpin Ketua Pansus RUU Pilpres DPR Ferry Mursyidan (Fraksi Golkar) dan Andi Yuliani Paris (Fraksi PAN).DPD berpendapat munculnya calon perseorangan dalam pilpres akan semakin menumbuhkan demokratisasi di Indonesia dan semakin memberi peluang kepada tokoh-tokoh nasional yang mendapat dukungan dari masyarakat untuk mengikuti persaingan dalam pilpres.Muspani menjelaskan, sekalipun tidak bisa dipungkiri bahwa "original intent" Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 mengarah pada hanya partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mengajukan capres, dalam kenyatannya UUD 1945 sama sekali tidak melarang pencalonan dari unsur perseorangan.Dari segi teks, Pasal 6A UUD 1945 Ayat (2) dapat dikatakan tidak berisi norma bahwa hanya partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mengajukan capres.Alasannya, tidak terdapat ketentuan dalam pasal tersebut yang menyatakan "hanya partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mengajukan calon."Bila dicermati dari segi teks, pasal 6A Ayat (2) tersebut dapat dikatakan berisi norma mengenai waktu bagi partai politik atau gabungan partai politik mengajukan calon, yaitu sebelum pelaksanaan pemilu," kata Muspani.Muspani mengemukakan, pasal 6A Ayat (2) dan pasal-pasal lain dalam UUD 1945 memang sama sekali tidak mengatur mengenai calon perseorangan, tetapi juga tidak melarang calon perseorangan.Sesuatu yang tidak diatur dalam konstitusi tidak otomatis pasti inkonstitusional. Dalam hukum, sesuatu yang dilarang tetapi tidak juga dianjurkan berarti boleh dilaksanakan atau tidak dilaksanakan, kata anggota DPD dari Propinsi Bengkulu ini.Sebagai contoh, tidak ada ketentuan dalam UUD 1945 yang mengatur mengenai wakil kepala daerah (wakil gubernur, wakil bupati dan wakil walikota).Pasal 18 Ayat (1) UUD 1945 hanya menyebutkan pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Pemilihan kepala daerah sudah diterima sebagai suatu kelaziman dan tidak dipandang inkonstitusional.Karena itu, menurut DPD, seandainya ada kesepakatan perlu diadopsinya calon perseorangan untuk pemilihan presiden, hal tersebut tidak perlu dicapai dengan mengubah UUD 1945 terlebih dahulu, tetapi cukup dengan memuat ketentuan tersebut dalam UU tentang pilpres.Sehubungan dengan hal tersebut, DPD berketetapan mengusung ide perlunya calon perseorangan dalam pilpres, kata Muspani.Dalam kaitan gagasan itu pula, kata Marhany, DPD siap mendiskusikan akan dan terus menyosialisasikan perlunya capres perseorangan dalam pemilihan presiden tanpa harus mengamandemen konstitusi terlebih dahulu. Namun DPD memahami bila gagasan itu akhirnya ditolak oleh DPR."Karena DPD memang hanya berhak mengusulkan, tetapi tidak punya fungsi legislasi berupa penetapan perundang-undangan," kata Marhany.Gagasan DPD itu ditanggapi secara beragam oleh anggota Pansus RUU Pilpres, namun intinya DPR keberatan menetapkan calon perseorangan dalam pilpres mengingat hal itu tidak diatur dalam UUD 1945. Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 sudah secara tegas menetapkan bahwa capres harus diajukan partai politik atau gabungan partai politik.Anggota Pansus RUU Pilpres Patrialis Akbar menyatakan calon perseorangan dalam pilpres tidak diatur dalam UUD 1945. Karena itu, gagasan DPD itu tidak sesuai dengan konstitusi.Persoalan mengumpulkan dukungan bagi tokoh yang akan maju melalui mekanisme perorangan dalam pilpres juga sulit dihindari dari adanya manipulasi."Mekanisme pengumpulan dukungan untuk calon perseorangan dalam Pilpres juga sulit. Misalnya, fotokopi KTP dari 5% jumlah pemilih, maka jumlah dukungan minimal yang harus dikumpulkan dari 150 juta pemilih di Indonesia adalah sekitar 7.500 fotokapi KTP. Bagaimana mengumpulkan dan melakukan verifikasi mengenai jumlah dukungan itu," kata Abdillah Toha, anggota Pansus RUU Pilpres dari FRaksi PAN.(*)

Jangan Pilih Parpol Yang Menolak Capres Independent

(Berita Sore) Kelihatannya masih ada saja parpol yang menolak calon independen untuk Pilkada dan terlebih lagi pada Pilpres mendatang. Kalau untuk Pilkada parpol kelihatannya sulit menghempangnya walaupun mereka mengalami kerugian besar dengan diperbolehkannya calon independen, namun dalam Pilpres 2009 pengurus parpol sepertinya ‘’kompak’’ untuk menghadang Capres independen.
Memang belum semua parpol menolaknya. Yang sudah tergambar saat ini baru tiga parpol saja, yakni PPP, PAN, dan Golkar.
Namun kekuatan ketiga parpol tersebut cukup besar dan berpengaruh, apalagi kalau ketiga parpol itu didukung pula oleh parpol-parpol lainnya, maka peluang Capres independen bisa dibilang terkubur.
Alasan menolak capres independen memang ada, seperti diungkapkan parpol yang menolaknya. Capres indepen bertentangan dengan Pasal 6 UUD 1945. Pasal itu mengharuskan Capres melalui parpol, sehingga kalau Capres independen mau masuk maka pasal itu harus diubaha dan yang bisa mengubahnya adalah MPR yang sekarang dipimpin Hidayat Nurwahid dari PKS selaku ketuanya.
Saat ini tanggapan mengenai Capres independen sudah semakin hangat. Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum misalnya, dia berpendapat, terlalu cepat untuk membawa calon perseorangan pada pemilihan presiden tahun 2009. Menata sistem politik dan ketatanegaraan tidak sepatutnya memakai rumus “tiba masa tiba akal”, tapi harus dikaji dan dikalkulasi secara mendalam dan terukur, sehingga hasilnya benar-benar positif dan produktif.
Kelihatan sekali kalau Anas hanya setuju calon independen untuk Pilkada, namun belum waktunya untuk Pilpres. Mungkin dia takut SBY bakal dipermalukan jika calon independen untuk Pilpres segera diakomodir dalam Pilpres 2009.
Sedangkan Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang (PBB) Sahar L. Hassan mengatakan keberadaan calon perseorangan dalam pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres) dimungkinkan dengan melakukan amendemen pada UUD 1945.
Tentunya harus mengacu pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah, maka kesempatan tersebut juga terbuka untuk pemilihan presiden. Namun begitu, Pasal 6 UUD 1945 perlu diubah agar calon perseorangan dalam pemilihan presiden dan wakil presiden dapat dilakukan.
Dalam Pasal 6 UUD 1945 disebutkan bahwa calon presiden dan wakil presiden harus didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik. Oleh karena itu perlu ditambah dengan memasukkan calon independen (non-parpol).
Lantas, apa kata pemerintah? Melalui Menteri Sekretaris Hatta Rajasa mengatakan pemerintah siap membahas revisi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terkait hasil judicial review Mahkamah Konstitusi yang memungkinkan calon independen pada pilkada. Rapat konsultasi akan dilakukan di Istana Negara, Rabu 23 Agustus. Kelihatan di sini pemerintah ingin
mempercepat penyelesaian revisi UU 32 Tahun 2004 itu, sama halnya dengan DPR melalui fraksi-fraksinya siap mengamendemen UU itu sesuai dengan hasil keputusan dewan.
Dapat kita simpulkan, bahwa masuknya calon independen untuk Pilkada sudah mulus, semuanya setuju, tinggal menentukan persyaratannya saja. Namun untuk Capres independen pada Pilpres kelihatannya sulit, kecuali MPR mau bersidang melakukan amandemen UUD 1945 lagi.
Ekstra berat karena banyak parpol yang tidak setuju. Justru itu, rakyat bisa bereaksi keras terhadap parpol yang menghalangi Capres independen. Kalau tidak tanggap, maka rakyat tidak perlu memilih parpol tersebut dalam pemilu nanti. Ingat, suara rakyat identik dengan suara Tuhan. Dan bukan wewenang parpol lagi menentukan pemimpin di negeri ini.=

LSI : 80,2 persen setuju munculnya calon independen

Jakarta, Rakyat Merdeka. Sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa calon independen bisa tampil di pemilihan kepala daerah (pilkada) maupun pemilihan presiden (Pilpres), Lembaga Survei Indonesia (LSI) langsung merilis temuannya. Hasilnya, 80,2 persen setuju munculnya calon independen baik pilkada maupun pilpres.Demikian dipaparkan Direktur Eksekutif LSI Saiful Mudjani di Galeri Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa siang."Secara umum, masyarakat punya aspirasi bahwa pencalonan Presiden dan Kepala Daerah tidak harus dari parpol tapi calon independen harus diberi kesempatan," tandas Saiful Mujani.Dari survei LSI yang dilakukan terhadap 1.300 responden dari 33 provinsi di Indonesia, sebanyak 68,8 persen responden menyatakan "setuju" dan "sangat setuju" bahwa pencalonan presiden tidak harus dari parpol tapi juga dari jalur individu atau kelompok non-parpol. Angka tersebut menjadi 70,3 persen bagi pemilihan gubernur dan pemilihan bupati/walikota."Munculnya dukungan yang luas dari publik atas calon independen tumbuh dari rendahnya kepercayaan publik pada partai politik," kata Saiful.Sentimen positif terhadap calon independen tersebut juga dilihat sebagai reaksi dari pengalaman bahwa calon dari parpol cenderung bekerja kurang efektif juga. iga

Menunggu ketegasan Din Syamsudin

Tampaknya satu calon alternatif akan kembali muncul di Pemilu 2009 . Setelah Sutiyoso yang masuk ke gelanggan selebriti Pemilu , publik tampaknya berharap bahwa Din Syamsudin akan masuk juga meramaikan bursa Pemilu. Latar belakang Din Syamsudin di Keummatan membawa angin baru dan perbedaan dari calon - calon lama yang sudah menjadi langganan di Pemilu Negri ini.

Negri ini memang butuh muka baru di perpolitikan nasional , lihat bagaimana Yudhoyono mampu menyihir para pemilih negri. Yudhoyono yang relatif baru masuk di gelanggan capres seakan membuktikan bahwa pemilih negri ini butuh nuansa baru, butuh "rasa" baru karena mungkin mereka sudah bosan di bohongi dan juga di arahkan oleh para elit lama yang seakan menjadi mafia negri ini.

Kita tinggal menunggu ketegasan seorang Din Syamsudin , akankah beliau mau untuk turun di kancah politik , apakah beliau akan berani berjalan tanpa masuk dalam mafia partai dan elit. Atau akan ada Hasyim Muzadi kedua yang namanya hanya di butuhkan untuk mendorong elit lama kembali ke kursinya . . .

Kita tunggu kiprah dan ketegasan seorang Din Syamsudin